Minggu, 05 Oktober 2014

Catatan Pertarungan di DPR

Hari Pertama 1 Oktober 2014
Hari ini adalah hari pertama Anggota DPR periode 2014-2019 menjalankan tugasnya.  Banyak catatan penting hari ini, mulai dari betapa serunya keluarga anggota DPR yang datang merayakan atau ikut menghadiri pelantikan anggota DPR sampai bagaimana sulitnya mendapatkan parkir di DPR.  Pada saat saya hendak masuk kedalam lingkungan DPR, tidak ada hal yang mencolok kecuali kemacetan dan sulitnya mencari parkir. Namun saya agak kaget pada siang hari mendengar bahwa Pak Agung Jelantik yang baru saja selesai satu hari dari Jabatan DPR tidak dapat masuk ke dalam lingkungan DPR. Agak mengenaskan bagi saya bagaimana sikap Pamdal yang sangat arogan dan tidak menghormati mantan Anggota DPR. Bahwa orang yang tidak memiliki jabatan di Republik ini tidak dihargai itu sudah menjadi pemandangan kita sehari-hari, namun jika baru selesai satu hari menjadi Anggota DPR dan tidak dapat masuk ke lingkungan DPR adalah suatu hal yang sangat mengagetkan.
Hal lain yang menjadi pengamatan saya adalah perebutan Pimpinan DPR antara Koalisi Merah Putih dan dan Koalisi Indonesia Hebat. Jika Koalisi Merah Putih solid minus Demokrat maka sudah menguasai Parlemen dengan 292  Kursi. Namun ditengah perjalanan isu bahwa sebagian dari PPP membelot, yaitu sebanyak 16 suara dari PPP akan beralih mendukung Koalisi Indonesia Hebat. Isu yang sangat heboh dan membuat kelabakan Koalisi Merah Putih. Fraksi Partai Demokrat yang selalu menyuarakan diri sebagai penyeimbang memang selalu menjadi sumber kebimbangan bagi koalisi Merah Putih. Fraksi yang memainkan peran penting ditengah tidak solidnya Koalisi Merah Putih. Padahal jika Koalisi Merah Putih solid, maka suara Fraksi Partai Demokrat tidaklah menjadi hal yang penting. Suara Fraksi Partai Demokrat bukanlah hal yang seksi untuk diperebutkan. Namun dengan tidak solidnya suara fraksi PPP akan membuat suara Fraksi Partai Demokrat akan menjadi hal yang sangat seksi bagi kedua belah pihak agar dapat diajak kedalam Koalisi masing-masing pihak. Partai Demokrat menjadi penentu bagi kemenangan Koalisi manapun yang berhasil membujuk FPD. Suatu posisi yang sangat strategis untuk dapat tawar menawar posisi. Ibarat seorang gadis cantik nan seksi kembang desa, diperebutkan oleh seluruh pemuda di desa, maka gadis tersebut dapat memilih kira-kira pemuda mana yang paling dapat membahagiakannya. Bahkan gadis tersebut bisa saja mengadakan sanyembara seperti gadis anak raja yang diperebutkan seantero negeri. Kira-kira seperti itulah posisi Fraksi Partai Demokrat hari ini. Mereka (FPD) akhirnya memilih bergabung dengan Koalisi Merah Putih dengan tawaran Ketua MPR menjadi milik FPD, hal yang seharusnya menjadi milik Fraksi Partai Gerindra. Partai Gerindra harus merelakan kursi Ketua MPR yang menjadi hak mereka demi solidnya Koalisi Merah Putih, dan harus rela hanya dengan mendapatkan kursi Wakil Ketua MPR.
Lantas bagaimana dengan Fraksi PPP?, dengan bergabungnya Demokrat dalam barisan KMP, maka posisi Fraksi PPP tidaklah begitu penting. Namun demi tetap solidnya barisan Koalisi ini maka Fraksi PPP tetap diakomodir dalam barisan dan mereka menginginkan posisi Pimpinan lembaga MPR. Dengan besar hati Fraksi Partai Gerindra kembali memberikan kursinya yang telah digeser Demokrat. Akhirnya Partai Gerindra tidak mendapatkan posisi dalam komposisi Pimpinan MPR. Ini adalah sebuah perjalanan penuh liku-liku dan penuh intrik dalam mempertahankan solidnya Koalisi Merah Putih. Ini implikasi dari Undang-undang MD3 yang baru, dimana paket Pimpinan DPR dan Pimpinan MPR ditentukan dari pemilihan oleh Anggota. Berbeda dengan UU MD3 yang lama dimana pemenang Pemiliu dan pemenang Nomor urut berikutnya otomatis menjadi Pimpinan DPR dan MPR. Jika mengikuti logika MD3 versi sebelumnya maka Fraksi Partai Gerindra otomatis mendapatkan posisi sebagai Wakil Ketua DPR dengan kemungkinan bisa mendapatkan posisi Ketua MPR.  Fraksi Partai Gerindra juga bisa mendapatkan banyak posisi secara otomatis dalam komposisi Pimpinan Komisi dan alat Kelengkapan Dewan lainnya. Jika demikian siapa yang paling diuntungkan dengan UU MD3 yang baru ini?. Jika mencermati perkembangan yang ada maka yang paling diuntungkan dengan situasi ini adalah Partai Golkar dan Partai Demokrat. Partai lain yang ikut diuntungkan adalah PPP yang ikut kebagian Pimpinan MPR. Sedangkan Partai yang paling dirugikan tentu saja PDIP dan Partai Gerindra. Saya jadi teringat pepatah yang mengatakan bahwa dalam berperang itu Kalah jadi abu, Menang jadi arang. Hal ini agak terlihat dalam perang antara PDIP dan Gerindra yang sebenarnya memiliki nilai perjuangan yang sama. Dalam perang ini, walaupun Gerindra menang dalam pertarungan di DPR, tapi tetap saja merugi karena harus mengorbankan posisi demi memenangkan pertarungan. Ini adalah sebuah konsekuensi logis dari sebuah koalisi yang berdasarkan kesamaan kepentingan. Seandainya PDIP dan Gerindra bersatu dalam satu Koalisi (ini Cuma berandai andai) maka bisa dipastikan PDIP mendapatkan posisi Ketua DPR dan Gerindra mendapatkan posisi sebagai Ketua MPR. Sebuah pertukaran yang adil dan masing-masing mendapatkan keuntungan yang setimpal.
Hingga larut malam saya mengikuti pertarungan ini, di Fraksi Balkon (sebutan untuk Tenaga Ahli) yang ikut mengamati jalannya persidangan dari atas balkon ruang sidang. Hal yang sangat saya sayangkan, permainan yang ditampilkan oleh masing-masing kubu tidak begitu cantik.  Pihak Koalisi Indonesia Hebat yang sudah mengetahui bahwa suara mereka pasti kalah dalam pertarungan jika pertarungan itu dilaksanakan malam ini juga. Maka mereka berusaha memainkan permainan mengulur waktu untuk dapat kembali berkomunikasi dengan beberapa Fraksi yang sedang mereka dekati. Hanya saja proses mengulur waktu yang mereka lakukan terlalu kasar dan terkesan mengeluarkan gaya-gaya preman. Preman-preman DPR yang dimunculkan oleh PDIP dengan cara mengeroyok Pimpinan Sidang diatas panggung terkesan jorok dan memalukan. Namun Pimpinan Sidang yang merupakan bagian dari Koalisi Merah Putih tampaknya juga bermain kurang elegan dengan tidak memberikan kesempatan untuk berbicara kepada pihak-pihak yang melakukan interupsi. Pihak-pihak yang melakukan interupsi walau sebenarnya juga hanya untuk mengulur waktu harus dapat diakomodir agar terkesan ada komunikasi dua arah dalam sidang ini. Walaupun demikian, harus diakui ceu Popong (begitu dia menyebut dirinya), adalah perempuan yang tangguh, yang dapat mengatasi tekanan yang begitu keras dari para koboi senayan (saya lebih suka mengatakan preman senayan). Tekanan yang sangat keras dan terus menerus dari para koboi senayan ini tidak dapat menggoyahkan ceu Popong. Saya yang berada di Balkon Sidang agak khawatir, dalam usia yang sudah senja, ceu Popong bisa mendapatkan serangan jantung akibat tekanan yang begitu keras dan terus menerus. Alhamdulilah perempuan tangguh ini mampu mengatasi semua tekanan hingga para koboi senayan harus kabur melalui WO.
Ada beberapa pendapat yang saya cermati melalui media sosial dan pemberitaan maupun pendapat pengamat yang katanya ahli dalam dunia sosial dan politik, mereka mengatakan mengapa ketok palu harus dipaksakan jam 3 dini hari?, bukankah masih ada besok?. Tentu hal ini berkaitan erat dengan kepentingan masing-masing kubu, jadwal acara yang semula direncanakan dimulai jam 4 sore jika semua berjalan lancar harusnya dapat selesai sekitar jam 7 sore itu juga. Namun karena begitu alotnya perundingan di ruang lobby, dimana pihak koalisi Indonesia Hebat selalu berusaha memaksakan paripurna dilakukan besok hari dengan alasan yang tidak begitu jelas, sementara dibagian lain petinggi mereka selalu berusaha melobi pihak Demokrat dan PPP yang rentan untuk lari kepihak mereka dengan segala janji dan bujuk rayu termasuk dengan pertukaran kursi kabinet dan pertukaran yang lainnya. Bagi koalisi merah putih dan koalisi indonesia hebat ini adalah pertarungan hidup mati, mereka yang menguasai parlemen atau pihak lawan yang menguasai parlemen. Pertarungan ini bukan saja ditingkat pimpinan DPR dan MPR, tapi juga ditingkat komisi dan alat kelengkapan lainnya. Jika sampai tingkat Komisi dan alat kelengkapan lainnya dikuasai Koalisi Merah Putih, maka akan sulit Jokowi  (dan Menteri-menterinya) bergerak tanpa kontrol yang ketat. Walau nantinya dalam keseharian komisi, Anggota Dewan akan sangat cair, tidak terdiri atas kubu-kubuan seperti yang terjadi saat ini, namun kekhawatiran Pemerintah atas hal ini sangatlah wajar. Kita bersama mengetahui banyak sekali keputusan Pemerintah yang dikontrol melalui Gedung Senayan ini. Jika dulu SBY dengan koalisinya yang gemuk kadang-kadang kesulitan dalam menaklukan seyanan untuk isu-isu yag sensitif seperti isu kenaikan BBM dan sejenisnya, dimana banyak parpol yang berusaha mencuri point dihati rakyat dengan cara menolak kenaikan bbm termasuk parpol dari koalisi SBY. Saya dapat membayangkan betapa babak belurnya koalisi Jokowi dengan komposisi DPR saat ini. Saya yakin jika Jokowi mikir (biasanya ra mikir), dia bisa terserang sakit magg karena mikir betapa beratnya menghadapi pertarungan di Senayan dalam Pemerintahannya.
Sebelumnya banyak isu yang berkembang bahwa SBY dan Jokowi sudah bertemu, namun SBY ingin ketemu dengan pemilik partai, bukan petugas partai yaitu ibu Megawati sendiri. Dari hembusan angin yang tersiar bahwa strategi yang dikembangkan oleh SBY adalah bagaimana membuat Megawati datang dan meminta suaka kepada SBY. Namun rupanya harga diri Megawati lebih besar dari kepentingannya memenangkan Koalisi Indonesia Hebat di Parlemen.
Partai Nasdem mencuri angka dalam kegaduhan malam ini, mereka tampil sebagai partai yang tetap menyampaikan susunan fraksinya dan bertindak elegan dengan menyuruh teman-teman koalisinya untuk kembali tertib. Seyogyanya sikap seperti ini adalah contoh yang ideal, kendati kalah dalam pertarungan politik, tapi tidak membuat kegaduhan dengan mengabaikan etika dan tata tertib persidangan.
Ada hal lain dilingkungan Fraksi Partai Gerindra yang menarik untuk saya cermati, yaitu pemilihan Pimpinan DPR, MPR dan Fraksi dilingkungan Partai Gerindra. (Edited.........). Pengamatan hari ini belum sepenuhnya benar terjadi dan bakal terjadi, namun setidaknya inilah sekilas pandangan mata dari pengamatan langsung saya dari Gedung Senayan DPR RI 1 Oktober 2014.

Hari Kedua 2 Oktober 2014
Dihari kedua ini perjalanan masuk ke Dalam lingkungan DPR kembali seperti semula, tidak ada kemacetan dan sulit mencari parkir seperti yang saya alami kemarin. Semua saya rasakan seolah tidak ada keramaian dan kegaduhan yang terjadi dari pagi hingga malam kemarin. Saya masuk kantor dan melihat sidang paripurna MPR sudah dimulai. Pada saat saya datang, saya mendapati Pak Agung Jelantik sudah di diruangan (sepertinya Beliau  tidak mengalami kesulitan masuk ke dalam lingkungan DPR hari ini seperti yang dialaminya kemarin). Hari ini beliau beres-beres membawa semua kelengkapan pribadinya untuk dibawa pulang. Memang kebijakan DPR bahwa ruangan harus diserahkan kepada Sekretariat Jenderal DPR paling lambat 10 Oktober 2014.
Hari kedua ini menyisahkan pertarungan yang belum selesai kemarin, tentang pemilihan Ketua MPR yang diperebutkan antara pihak Koalisi Merah Putih dan Koalisi Indonesia Hebat. Ini menjadi penting bagi kedua belah pihak walaupun tidak segenting pemilihan Ketua DPR. Dikatakan tidak segenting peran di DPR karena memang dalam keseharian DPR lah yang berperan mengatur negara ini sebagai penyeimbang dari eksekutif. Agenda acara hari ini adalah pengesahan agenda acara, pembentukan fraksi-fraksi di MPR, pemilihan ketua DPD, pemilihan ketua MPR. Semua berjalan damai karena kedua belah pihak tampaknya tidak terlalu ngotot. Pengesahan agenda acara dan pembentukan fraksi MPR yang memang seharusnya tidak alot, berjalan dengan sangat mulus. Begitu juga pemilihan Ketua DPD RI, walaupun terjadi pemilihan melalui voting, namun berlangsung dengan sangat santun, seolah tidak ada pertentangan keras disana. Tampaknya beberapa fraksi di DPR perlu banyak belajar dari DPD tentang bagaimana cara bersidang yang santun sehingga menjadi contoh bagi seluruh rakyat Indonesia. Bukan mengeluarkan jurus-jurus preman ketika tahu bahwa dia akan kalah dalam pertarungan demi menggagalkan agenda acara.
Irman Gusman kembali terpilih sebagai Ketua DPD RI sebagaimana yang telah diduga banyak pihak, tidak  banyak kejutan dalam pemilihan ketua DPD kecuali sedikit riak-riak yang santun serta sedikit isu tentang bagaimana cara pertukaran yang terjadi dalam pemilihan Ketua DPD RI serta lobi-lobi yang dilakukan oleh partai politik di DPR demi memuluskan langkah penguasaan MPR yang berarti juga penguasaan DPD RI. Tentu saja DPD RI tidak dapat dipetakan dengan mudah karena mereka mewakili diri sendiri serta daerah pemilihan mereka. Bahkan untuk satu daerah pemilihan, 4 anggota DPD yang terpilih bisa memiliki pandangan yang berbeda tentang suatu hal termasuk siapa yang layak memimpin DPD RI dan mewakili DPR di MPR.
Bagi Partai Politik, suara DPD RI tentu saja sangat penting untuk ikut menguasai MPR, hal ini disadari betul oleh kedua belah pihak, oleh karena itu pendekatan kepada masing-masing anggota DPD melalui kelompok-kelompok yang ada di DPD terus dilakukan. Secara hitung-hitungan, 132 anggota DPD RI yang mewakili 33 propinsi akan sangat menentukan siapa yang akan memimpin dan menguasai MPR dimasa yang akan datang. Jika Koalisi Merah Putih dapat dipertahankan solid seperti dalam pemilihan Ketua DPR RI dimana Partai Demokrat juga demikian solid mendukung maka suara DPD RI tidak akan mempengaruhi dalam komposisi di MPR. Penguasaan jumlah Koalisi MPR yang mencapai 353 Anggota dari total 692 Anggota MPR (DPR + DPD), telah mencapai 51 persen jumlah seluruh anggota MPR tanpa dukungan DPD sedikitpun. Namun yang dikhawatirkan tentu saja soliditas Koalisi Merah Putih, sehingga tambahan dukungan dari DPD RI akan sangat penting dalam penentuan Ketua MPR dan komposisi MPR ke depan.
Hingga petang hari agenda acara telah usai dengan terpilihnya Irman Gusman sebagai Ketua DPD RI dan kesepakatan agenda pemilihan Ketua MPR RI akan dilakukan pada senin tanggal 6 Oktober 2014. Tidak ada gejolak yang berarti kecuali lobi-lobi tertutup yang dilakukan oleh pimpinan fraksi DPR dan MPR dengan masing-masing partai dan kelompok DPD. Tentu saja lobi-lobi ini tidak dapat diintip dengan mudah termasuk oleh anggota DPR dan DPD sekalipun. Lobi tingkat pimpinan ini sifatnya sangat rahasia dan hanya mereka, petinggi partai dan Tuhan sajalah yang tahu apa yang terjadi dan mereka rencanakan.
Dari hembusan angin yang bertiu sepoi-sepoi di Nusantarai 1 lantai 17, saja mendengar kabar bahwa PKS melepaskan kursi Pimpinan MPR dari fraksi meraka.tentu saja hal ini merupakan tamparan bagi beberapa partai dalam KMP yang ngotot mendapatkan kursi pimpinan MPR. Berarti ada kemungkinan Partai Gerindra mendapatkan kembali kuris Wakil Ketua MPR. Jika isu ini benar akan banyak konsekuensi yang mungkin terjadi. Disatu sisi isu ini bisa mengembalikan hak Gerindra namun juga dapat membuat Koalisi ini menjadi kembali tidak solid. Mudah-mudahan kesediaan PKS untuk melepaskan kursi Pimpinan MPR adalah bagian dari pertukaran yang baik, bukan bagian dari saling menyakiti sesama kawan sejalan. Kekhawatiran saya adalah kekhawatiran yang sangat wajar, karena soliditas dari Koalisi ini sedang terus menerus diuji hingga dapat mencapai kondisi ideal dimana masing-masing pihak telah mendapatkan porsi yang sesuai dengan harapannya. Terpenuhinya harapan masing-masing pihak menjadi penting agar tidak ada ruang kosong harapan yang akan menjadi peluang untuk diisi oleh pihak lain. Semua hembusan angin yang terasa masih cukup sejuk walau menyisahkan beberapa pertanyaan yang tentu saja membuat banyak pihak penasaran. Walau penasaran pemirsa harus tetap sabar menunggu tanggal mainnya, hehehehe.
Hari ini berakhir dengan damai, mudah-mudahan hari-hari selanjutnya adalah hari-hari damai seperti hari ini, semoga juga koboi-koboi Senayan segera mendapatkan pencerahan bahwa mereka sedang menjadi tontonan dan tuntunan bagi jutaan pemirsa yang juga rakyat Indonesia dengan harapan yang sangat tinggi bahwa mereka bukan hanya mementingkan kelompok mereka namun juga sedang memperjuangkan kesejahteraan rakyat di seantero Republik ini.

Hari Ketiga 3 Oktober 2014
Hari ketiga ini adalah hari Jumat, dimana tidak ada sidang yang digelar di DPR (kecuali DPR menghendaki lain), maka tentu saja tidak ada huru hara yang menjadi tontonan wajib Tenaga Ahli dalam mencermati perkembangan ke depan. Saya pun istirahat dirumah sambil memantau situasi melalui berita maupun informasi sesama rekan. Dihari ini juga sebenarnya ada acara penting bagi kebanyakan orang Gerindra, dimana Saraswati Djojohadikusumo melakukan resepsi pernikahannya. Mbak Sarah (begitu saya dan teman-teman biasa memanggilnya), menikah dengan mas Didit beberapa waktu lalu di Bali dan baru melaksanakan resepsi tanggal 3 dan tanggal 4 Oktober 2014. Mungkin, karena banyaknya undangannya yang akan menghadiri pernikahan ini, maka resepsi dilakukan dalam dua hari. Ini agak lain dari kebanyakan, tapi ya wajar dong, yang nikah ini adalah orang yang sangat kaya, bahkan termasuk orang terkaya di Republik ini.
Dalam pengamatan saya hari ini melalui berita, ada hal yang menarik untuk dicermati adalah para petinggi PDIP yang berkumpul dan melakukan rapat tertutup di kantor DPP yang langsung dipimpin oleh Sang Ketua Umum yaitu Megawati. Setelah rapat tertutup itu seperti ada keyakinan dari pihak PDIP bahwa mereka akan memenangkan pertarungan di MPR. Saya berusaha mencermati kira-kira trik apa yang sedang dimainkan oleh PDIP?, apakah mereka benar-benar sudah berhasil meraih dukungan yang cukup untuk mendapatkan Pimpinan MPR atau ini hanya untuk mengelabui dan berusaha untuk membangkitkan emosi masyarakat. Tapi setidaknya permainan yang mereka tampilkan jauh lebih elegan ketimbang permainan ngotot beberapa saat lalu di sidang paripurna DPR. Hanya itu yang bisa terbaca hari ini dalam pengamatan media, karena memang hanya melalui media, tidak banyak info yang bisa saya dapatkan. Informasi yang saya dapatkan sama dengan informasi yang didapat oleh kebanyakan masyarakat yang menonton melalui media berita. Hanya saja saya berusaha menganalisa melalui kondisi kondisi terkini dan peta politik yang ada. Rasa-rasanya agak sulit PDIP memenangkan pertarungan di MPR ini, karena masing-masing pihak di Koalisi Merah Putih sudah saling mengunci dengan kepentingannya masing-masing. Menurut keyakinan saya tampaknya sikap optimis yang dimunculkan oleh Pramono Anung dan Tjahjo Kumolo di berita adalah sikap optimis tanpa didasari oleh proses lobi yang sudah mereka lakukan. Tapi sikap optimis seperti ini cukup bagus ditampilkan dan menjadi tontonan masyarakat. Masyarakat kita harus banyak belajar optimis dalam situasi apapun, walau kadang situasi memang sangat sulit sedang dihadapi oleh masyarakat.
Sebenarnya hari ini sedang berlangsung banyak lobi tingkat dewa, dimana pimpinan masing-masing partai sedang berusaha saling menguatkan dan saling menawarkan pertukaran yang logis untuk keuntungan bersama. Hanya saja lobi-lobi tingkat dewa ini hanya dapat dipantau oleh dewa atau setengah dewa. Yang tidak memiliki kekuasaan atau yang memiliki kekuasaan tingkat menengah ke bawah jangan berharap mendapatkan informasi yang akurat hari ini. Jadi saya hanya pengamat tingkat umum, maka harus banyak sabar menunggu perkembangan berikutya.

Hari Ke Empat 4 Oktober 2014
Dihari Sabtu ini sebagian umat Islam sudah merayakan Idul Adha, semalam sudah terdengar takbir disebagian tempat. Ada juga yang akan merayakan Idul Adha pada esok hari. Ada perbedaan, namun perbedaan ini tidak menjadikan umat Islam terpecah, suatu perbedaan dalam rahmat Allah, tidak saling mencaci, tidak merasa benar sendiri, hanya berbeda cara berhitung dan kebetulan kali ini menghasilkan hari yang berbeda dalam merayakan hari Idul Adha. Ada temanku yang pro Jokowi secara berseloroh di media sosial menceritakan bahwa keponakannya bertanya kepada sang ayah kapan dia akan merayakan Idul Adha, ayahnya bilang bahwa jika Idul Adha hari Sabtu maka berarti ikut Amien Rais (Muhamadiyah) dan jika lebaran hari Minggu berarti ikut Pemerintah, berarti ikut SBY, dia dua-duanya ogah. Memang hal ini terkesan berseloroh, namun alangkah piciknya  cara pandang mereka jika agama hanya disangkut pautkan dengan kubu2an politik, apalagi maaf ternyata temanku ini bukanlah muslim. Sebenarnya saya ingin menjawab di media sosial menentang pelecehan ini, namun pertimbangan kedamaian dan mudharatnya lebih besar dari manfaat yang mungkin timbul, saya memilih diam.
 Hari ini tidak banyak yang saya amati, kebetulan saya akan menghadiri undangan mbak sarah dihari kedua ini. Kesan pertama saya adalah bahwa acara ini demikian megah dan menarik. Saya melihat bagaimana penataan ruang, penempatan orang-orang yang selalu menawarkan makanan dan minuman pada saat tamu sedang antri salaman, antri foto maupun sedang ngobrol. Aku, istriku dan anak cantikku Ratu Reinara Tanjung berburu makanan yang seru, diselingi oleh ngobrol dan bertegur sapa dengan beberapa rekan DPR dan Gerindra yang kutemui di sana. Ada ribuan orang yang hadir, namun tidak tampak ramai, mungkin karena ruangan luas dan pengaturannya yang demikian rapi. Suasana yang asyik hingga banyak tamu yang belum meninggalkan ruangan walau waktu telah usai. Salut untuk yang punya hajat dan manajer acara hingga menghadirkan acara dan suasana yang asyik.
Bagaimana dengan pertarungan di DPR yang menjadi bahasan kita? Tentu saja masih berlangsung lobi tingkat dewa juga dapat terjadi dan berlangsung disela-sela acara pernikahan seperti ini. Mudah-mudahan semua yang akan terjadi dan telah terjadi akan membawa manfaat sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat Indonesia. Disinilah semua janji-janji tentang perubahan dan kemakmuran rakyat harus menjadi target utama dalam perebutan kekuasaan, karena sesungguh nya tujuan dari membentuk pemerintahan adalah untuk melindungi segenap bangsa Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa serta ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan dan perdamaian abadi. Betapa mulia cita-cita kemerdekaan yang dituliskan dalam pembukaan Undang undang Dasar 1945 yang menjadi prasasti agar kita semua selalu ingat bahwa tujuan kita bersama dalam membentuk pemerintahan adalahseperti yang dituliskan tersebut. Kekuasaan adalah alat untuk dapat mewujudkan cita cita tersebut tanpa harus mengorbankan cara-cara yang konstitusional dan bermartabat.

Hari Ke Lima 5 Oktober 2014
Hari ini belum berakhir, namun tampaknya lebih banyak cerita tentang hari raya Idul Adha dan pemotongan hewan kurban yang tampak ditelevisi. DPP Partai Gerindra walau tidak tersorot oleh media juga seperti biasanya melakukan pemotongan hewan kurban dari beberapa pengurus DPP terutama dari Sang Ketua Umum Prabowo Subianto.

Dikampung ditempat saya tinggal juga banyak pemotongan hewan kurban, tampaknya memang hri ini adalah pesta daging kambing dan daging sapi. Lumayan seru karena semalam juga dikampungku ada arak-arakan takbiran berjalan kaki oleh anak-anak sekolah. Aku berharap situasi seperti ini selalu dipertahankan agar suasana keakraban tampak dan ada nilai-nilai budaya lokal dari masing-masing kampung yang tetap dipertahankan. Aku jadi teringat bagaimana Gubernur DKI Jokowi melarang takbir keliling di Jakarta, dengan alasan membuat macet dan kegaduhan. Menurut saya hal ini adalah cara-cara asing untuk menghilangkan budaya lokal, dengan alasan apapun harusnya Jokowi berusaha menghidupkan budaya ini serta membuat budaya ini semakin semarak dan teratur hingga sedapuntuk dipandang mata dan menggugah rasa keimanan. Atau mungkin ada agenda terselubung dari pelarangan ini? Entahlah. Bagaimana dengan Ahok? Tampaknya Wagub yang satu ini juga sejalan dengan Jokowi, hal ini terlihat dengan larangannya memotong hewan kurban dikampung-kampung, dengan alasan kebersihan dan kesehatan. Tradisi yang sudah sedemikian lama dipelihara oleh masyarakat kita seolah ingin segera dihapuskan begitu saja. Wah agenda apa lagi ya yang tersembunyi?