Hari Pertama 1 Oktober 2014
Hari ini adalah
hari pertama Anggota DPR periode 2014-2019 menjalankan tugasnya. Banyak catatan penting hari ini, mulai dari
betapa serunya keluarga anggota DPR yang datang merayakan atau ikut menghadiri
pelantikan anggota DPR sampai bagaimana sulitnya mendapatkan parkir di DPR. Pada saat saya hendak masuk kedalam lingkungan
DPR, tidak ada hal yang mencolok kecuali kemacetan dan sulitnya mencari parkir.
Namun saya agak kaget pada siang hari mendengar bahwa Pak Agung Jelantik yang
baru saja selesai satu hari dari Jabatan DPR tidak dapat masuk ke dalam
lingkungan DPR. Agak mengenaskan bagi saya bagaimana sikap Pamdal yang sangat
arogan dan tidak menghormati mantan Anggota DPR. Bahwa orang yang tidak
memiliki jabatan di Republik ini tidak dihargai itu sudah menjadi pemandangan
kita sehari-hari, namun jika baru selesai satu hari menjadi Anggota DPR dan
tidak dapat masuk ke lingkungan DPR adalah suatu hal yang sangat mengagetkan.
Hal lain yang
menjadi pengamatan saya adalah perebutan Pimpinan DPR antara Koalisi Merah
Putih dan dan Koalisi Indonesia Hebat. Jika Koalisi Merah Putih solid minus
Demokrat maka sudah menguasai Parlemen dengan 292 Kursi. Namun ditengah perjalanan isu bahwa
sebagian dari PPP membelot, yaitu sebanyak 16 suara dari PPP akan beralih
mendukung Koalisi Indonesia Hebat. Isu yang sangat heboh dan membuat kelabakan
Koalisi Merah Putih. Fraksi Partai Demokrat yang selalu menyuarakan diri
sebagai penyeimbang memang selalu menjadi sumber kebimbangan bagi koalisi Merah
Putih. Fraksi yang memainkan peran penting ditengah tidak solidnya Koalisi
Merah Putih. Padahal jika Koalisi Merah Putih solid, maka suara Fraksi Partai
Demokrat tidaklah menjadi hal yang penting. Suara Fraksi Partai Demokrat
bukanlah hal yang seksi untuk diperebutkan. Namun dengan tidak solidnya suara
fraksi PPP akan membuat suara Fraksi Partai Demokrat akan menjadi hal yang
sangat seksi bagi kedua belah pihak agar dapat diajak kedalam Koalisi
masing-masing pihak. Partai Demokrat menjadi penentu bagi kemenangan Koalisi
manapun yang berhasil membujuk FPD. Suatu posisi yang sangat strategis untuk
dapat tawar menawar posisi. Ibarat seorang gadis cantik nan seksi kembang desa,
diperebutkan oleh seluruh pemuda di desa, maka gadis tersebut dapat memilih
kira-kira pemuda mana yang paling dapat membahagiakannya. Bahkan gadis tersebut
bisa saja mengadakan sanyembara seperti gadis anak raja yang diperebutkan
seantero negeri. Kira-kira seperti itulah posisi Fraksi Partai Demokrat hari
ini. Mereka (FPD) akhirnya memilih bergabung dengan Koalisi Merah Putih dengan
tawaran Ketua MPR menjadi milik FPD, hal yang seharusnya menjadi milik Fraksi
Partai Gerindra. Partai Gerindra harus merelakan kursi Ketua MPR yang menjadi
hak mereka demi solidnya Koalisi Merah Putih, dan harus rela hanya dengan
mendapatkan kursi Wakil Ketua MPR.
Lantas bagaimana
dengan Fraksi PPP?, dengan bergabungnya Demokrat dalam barisan KMP, maka posisi
Fraksi PPP tidaklah begitu penting. Namun demi tetap solidnya barisan Koalisi
ini maka Fraksi PPP tetap diakomodir dalam barisan dan mereka menginginkan
posisi Pimpinan lembaga MPR. Dengan besar hati Fraksi Partai Gerindra kembali
memberikan kursinya yang telah digeser Demokrat. Akhirnya Partai Gerindra tidak
mendapatkan posisi dalam komposisi Pimpinan MPR. Ini adalah sebuah perjalanan
penuh liku-liku dan penuh intrik dalam mempertahankan solidnya Koalisi Merah
Putih. Ini implikasi dari Undang-undang MD3 yang baru, dimana paket Pimpinan
DPR dan Pimpinan MPR ditentukan dari pemilihan oleh Anggota. Berbeda dengan UU
MD3 yang lama dimana pemenang Pemiliu dan pemenang Nomor urut berikutnya
otomatis menjadi Pimpinan DPR dan MPR. Jika mengikuti logika MD3 versi
sebelumnya maka Fraksi Partai Gerindra otomatis mendapatkan posisi sebagai
Wakil Ketua DPR dengan kemungkinan bisa mendapatkan posisi Ketua MPR. Fraksi Partai Gerindra juga bisa mendapatkan
banyak posisi secara otomatis dalam komposisi Pimpinan Komisi dan alat
Kelengkapan Dewan lainnya. Jika demikian siapa yang paling diuntungkan dengan
UU MD3 yang baru ini?. Jika mencermati perkembangan yang ada maka yang paling
diuntungkan dengan situasi ini adalah Partai Golkar dan Partai Demokrat. Partai
lain yang ikut diuntungkan adalah PPP yang ikut kebagian Pimpinan MPR.
Sedangkan Partai yang paling dirugikan tentu saja PDIP dan Partai Gerindra.
Saya jadi teringat pepatah yang mengatakan bahwa dalam berperang itu Kalah jadi abu, Menang jadi arang. Hal
ini agak terlihat dalam perang antara PDIP dan Gerindra yang sebenarnya
memiliki nilai perjuangan yang sama. Dalam perang ini, walaupun Gerindra menang
dalam pertarungan di DPR, tapi tetap saja merugi karena harus mengorbankan
posisi demi memenangkan pertarungan. Ini adalah sebuah konsekuensi logis dari
sebuah koalisi yang berdasarkan kesamaan kepentingan. Seandainya PDIP dan
Gerindra bersatu dalam satu Koalisi (ini Cuma berandai andai) maka bisa
dipastikan PDIP mendapatkan posisi Ketua DPR dan Gerindra mendapatkan posisi
sebagai Ketua MPR. Sebuah pertukaran yang adil dan masing-masing mendapatkan
keuntungan yang setimpal.
Hingga larut
malam saya mengikuti pertarungan ini, di Fraksi Balkon (sebutan untuk Tenaga
Ahli) yang ikut mengamati jalannya persidangan dari atas balkon ruang sidang.
Hal yang sangat saya sayangkan, permainan yang ditampilkan oleh masing-masing
kubu tidak begitu cantik. Pihak Koalisi
Indonesia Hebat yang sudah mengetahui bahwa suara mereka pasti kalah dalam
pertarungan jika pertarungan itu dilaksanakan malam ini juga. Maka mereka
berusaha memainkan permainan mengulur waktu untuk dapat kembali berkomunikasi
dengan beberapa Fraksi yang sedang mereka dekati. Hanya saja proses mengulur
waktu yang mereka lakukan terlalu kasar dan terkesan mengeluarkan gaya-gaya
preman. Preman-preman DPR yang dimunculkan oleh PDIP dengan cara mengeroyok
Pimpinan Sidang diatas panggung terkesan jorok dan memalukan. Namun Pimpinan
Sidang yang merupakan bagian dari Koalisi Merah Putih tampaknya juga bermain
kurang elegan dengan tidak memberikan kesempatan untuk berbicara kepada
pihak-pihak yang melakukan interupsi. Pihak-pihak yang melakukan interupsi
walau sebenarnya juga hanya untuk mengulur waktu harus dapat diakomodir agar
terkesan ada komunikasi dua arah dalam sidang ini. Walaupun demikian, harus
diakui ceu Popong (begitu dia menyebut dirinya), adalah perempuan yang tangguh,
yang dapat mengatasi tekanan yang begitu keras dari para koboi senayan (saya
lebih suka mengatakan preman senayan). Tekanan yang sangat keras dan terus
menerus dari para koboi senayan ini tidak dapat menggoyahkan ceu Popong. Saya
yang berada di Balkon Sidang agak khawatir, dalam usia yang sudah senja, ceu
Popong bisa mendapatkan serangan jantung akibat tekanan yang begitu keras dan
terus menerus. Alhamdulilah perempuan tangguh ini mampu mengatasi semua tekanan
hingga para koboi senayan harus kabur melalui WO.
Ada beberapa
pendapat yang saya cermati melalui media sosial dan pemberitaan maupun pendapat
pengamat yang katanya ahli dalam dunia sosial dan politik, mereka mengatakan
mengapa ketok palu harus dipaksakan jam 3 dini hari?, bukankah masih ada
besok?. Tentu hal ini berkaitan erat dengan kepentingan masing-masing kubu,
jadwal acara yang semula direncanakan dimulai jam 4 sore jika semua berjalan
lancar harusnya dapat selesai sekitar jam 7 sore itu juga. Namun karena begitu
alotnya perundingan di ruang lobby, dimana pihak koalisi Indonesia Hebat selalu
berusaha memaksakan paripurna dilakukan besok hari dengan alasan yang tidak
begitu jelas, sementara dibagian lain petinggi mereka selalu berusaha melobi
pihak Demokrat dan PPP yang rentan untuk lari kepihak mereka dengan segala
janji dan bujuk rayu termasuk dengan pertukaran kursi kabinet dan pertukaran
yang lainnya. Bagi koalisi merah putih dan koalisi indonesia hebat ini adalah
pertarungan hidup mati, mereka yang menguasai parlemen atau pihak lawan yang
menguasai parlemen. Pertarungan ini bukan saja ditingkat pimpinan DPR dan MPR,
tapi juga ditingkat komisi dan alat kelengkapan lainnya. Jika sampai tingkat
Komisi dan alat kelengkapan lainnya dikuasai Koalisi Merah Putih, maka akan
sulit Jokowi (dan Menteri-menterinya)
bergerak tanpa kontrol yang ketat. Walau nantinya dalam keseharian komisi,
Anggota Dewan akan sangat cair, tidak terdiri atas kubu-kubuan seperti yang
terjadi saat ini, namun kekhawatiran Pemerintah atas hal ini sangatlah wajar.
Kita bersama mengetahui banyak sekali keputusan Pemerintah yang dikontrol
melalui Gedung Senayan ini. Jika dulu SBY dengan koalisinya yang gemuk
kadang-kadang kesulitan dalam menaklukan seyanan untuk isu-isu yag sensitif
seperti isu kenaikan BBM dan sejenisnya, dimana banyak parpol yang berusaha
mencuri point dihati rakyat dengan cara menolak kenaikan bbm termasuk parpol
dari koalisi SBY. Saya dapat membayangkan betapa babak belurnya koalisi Jokowi
dengan komposisi DPR saat ini. Saya yakin jika Jokowi mikir (biasanya ra
mikir), dia bisa terserang sakit magg karena mikir betapa beratnya menghadapi
pertarungan di Senayan dalam Pemerintahannya.
Sebelumnya
banyak isu yang berkembang bahwa SBY dan Jokowi sudah bertemu, namun SBY ingin
ketemu dengan pemilik partai, bukan petugas partai yaitu ibu Megawati sendiri.
Dari hembusan angin yang tersiar bahwa strategi yang dikembangkan oleh SBY
adalah bagaimana membuat Megawati datang dan meminta suaka kepada SBY. Namun
rupanya harga diri Megawati lebih besar dari kepentingannya memenangkan Koalisi
Indonesia Hebat di Parlemen.
Partai Nasdem
mencuri angka dalam kegaduhan malam ini, mereka tampil sebagai partai yang
tetap menyampaikan susunan fraksinya dan bertindak elegan dengan menyuruh
teman-teman koalisinya untuk kembali tertib. Seyogyanya sikap seperti ini
adalah contoh yang ideal, kendati kalah dalam pertarungan politik, tapi tidak
membuat kegaduhan dengan mengabaikan etika dan tata tertib persidangan.
Ada hal lain
dilingkungan Fraksi Partai Gerindra yang menarik untuk saya cermati, yaitu
pemilihan Pimpinan DPR, MPR dan Fraksi dilingkungan Partai Gerindra. (Edited.........).
Pengamatan hari ini belum sepenuhnya benar terjadi dan bakal terjadi, namun
setidaknya inilah sekilas pandangan mata dari pengamatan langsung saya dari
Gedung Senayan DPR RI 1 Oktober 2014.
Hari Kedua 2 Oktober 2014
Dihari kedua ini
perjalanan masuk ke Dalam lingkungan DPR kembali seperti semula, tidak ada
kemacetan dan sulit mencari parkir seperti yang saya alami kemarin. Semua saya
rasakan seolah tidak ada keramaian dan kegaduhan yang terjadi dari pagi hingga
malam kemarin. Saya masuk kantor dan melihat sidang paripurna MPR sudah
dimulai. Pada saat saya datang, saya mendapati Pak Agung Jelantik sudah di
diruangan (sepertinya Beliau tidak
mengalami kesulitan masuk ke dalam lingkungan DPR hari ini seperti yang
dialaminya kemarin). Hari ini beliau beres-beres membawa semua kelengkapan
pribadinya untuk dibawa pulang. Memang kebijakan DPR bahwa ruangan harus
diserahkan kepada Sekretariat Jenderal DPR paling lambat 10 Oktober 2014.
Hari kedua ini
menyisahkan pertarungan yang belum selesai kemarin, tentang pemilihan Ketua MPR
yang diperebutkan antara pihak Koalisi Merah Putih dan Koalisi Indonesia Hebat.
Ini menjadi penting bagi kedua belah pihak walaupun tidak segenting pemilihan
Ketua DPR. Dikatakan tidak segenting peran di DPR karena memang dalam
keseharian DPR lah yang berperan mengatur negara ini sebagai penyeimbang dari
eksekutif. Agenda acara hari ini adalah pengesahan agenda acara, pembentukan
fraksi-fraksi di MPR, pemilihan ketua DPD, pemilihan ketua MPR. Semua berjalan
damai karena kedua belah pihak tampaknya tidak terlalu ngotot. Pengesahan
agenda acara dan pembentukan fraksi MPR yang memang seharusnya tidak alot,
berjalan dengan sangat mulus. Begitu juga pemilihan Ketua DPD RI, walaupun
terjadi pemilihan melalui voting, namun berlangsung dengan sangat santun,
seolah tidak ada pertentangan keras disana. Tampaknya beberapa fraksi di DPR
perlu banyak belajar dari DPD tentang bagaimana cara bersidang yang santun
sehingga menjadi contoh bagi seluruh rakyat Indonesia. Bukan mengeluarkan
jurus-jurus preman ketika tahu bahwa dia akan kalah dalam pertarungan demi
menggagalkan agenda acara.
Irman Gusman
kembali terpilih sebagai Ketua DPD RI sebagaimana yang telah diduga banyak
pihak, tidak banyak kejutan dalam
pemilihan ketua DPD kecuali sedikit riak-riak yang santun serta sedikit isu
tentang bagaimana cara pertukaran yang terjadi dalam pemilihan Ketua DPD RI
serta lobi-lobi yang dilakukan oleh partai politik di DPR demi memuluskan
langkah penguasaan MPR yang berarti juga penguasaan DPD RI. Tentu saja DPD RI
tidak dapat dipetakan dengan mudah karena mereka mewakili diri sendiri serta
daerah pemilihan mereka. Bahkan untuk satu daerah pemilihan, 4 anggota DPD yang
terpilih bisa memiliki pandangan yang berbeda tentang suatu hal termasuk siapa
yang layak memimpin DPD RI dan mewakili DPR di MPR.
Bagi Partai
Politik, suara DPD RI tentu saja sangat penting untuk ikut menguasai MPR, hal
ini disadari betul oleh kedua belah pihak, oleh karena itu pendekatan kepada
masing-masing anggota DPD melalui kelompok-kelompok yang ada di DPD terus
dilakukan. Secara hitung-hitungan, 132 anggota DPD RI yang mewakili 33 propinsi
akan sangat menentukan siapa yang akan memimpin dan menguasai MPR dimasa yang
akan datang. Jika Koalisi Merah Putih dapat dipertahankan solid seperti dalam
pemilihan Ketua DPR RI dimana Partai Demokrat juga demikian solid mendukung
maka suara DPD RI tidak akan mempengaruhi dalam komposisi di MPR. Penguasaan
jumlah Koalisi MPR yang mencapai 353 Anggota dari total 692 Anggota MPR (DPR +
DPD), telah mencapai 51 persen jumlah seluruh anggota MPR tanpa dukungan DPD
sedikitpun. Namun yang dikhawatirkan tentu saja soliditas Koalisi Merah Putih,
sehingga tambahan dukungan dari DPD RI akan sangat penting dalam penentuan Ketua
MPR dan komposisi MPR ke depan.
Hingga petang
hari agenda acara telah usai dengan terpilihnya Irman Gusman sebagai Ketua DPD
RI dan kesepakatan agenda pemilihan Ketua MPR RI akan dilakukan pada senin
tanggal 6 Oktober 2014. Tidak ada gejolak yang berarti kecuali lobi-lobi
tertutup yang dilakukan oleh pimpinan fraksi DPR dan MPR dengan masing-masing
partai dan kelompok DPD. Tentu saja lobi-lobi ini tidak dapat diintip dengan
mudah termasuk oleh anggota DPR dan DPD sekalipun. Lobi tingkat pimpinan ini sifatnya
sangat rahasia dan hanya mereka, petinggi partai dan Tuhan sajalah yang tahu
apa yang terjadi dan mereka rencanakan.
Dari hembusan
angin yang bertiu sepoi-sepoi di Nusantarai 1 lantai 17, saja mendengar kabar
bahwa PKS melepaskan kursi Pimpinan MPR dari fraksi meraka.tentu saja hal ini
merupakan tamparan bagi beberapa partai dalam KMP yang ngotot mendapatkan kursi
pimpinan MPR. Berarti ada kemungkinan Partai Gerindra mendapatkan kembali kuris
Wakil Ketua MPR. Jika isu ini benar akan banyak konsekuensi yang mungkin
terjadi. Disatu sisi isu ini bisa mengembalikan hak Gerindra namun juga dapat
membuat Koalisi ini menjadi kembali tidak solid. Mudah-mudahan kesediaan PKS
untuk melepaskan kursi Pimpinan MPR adalah bagian dari pertukaran yang baik,
bukan bagian dari saling menyakiti sesama kawan sejalan. Kekhawatiran saya
adalah kekhawatiran yang sangat wajar, karena soliditas dari Koalisi ini sedang
terus menerus diuji hingga dapat mencapai kondisi ideal dimana masing-masing
pihak telah mendapatkan porsi yang sesuai dengan harapannya. Terpenuhinya
harapan masing-masing pihak menjadi penting agar tidak ada ruang kosong harapan
yang akan menjadi peluang untuk diisi oleh pihak lain. Semua hembusan angin
yang terasa masih cukup sejuk walau menyisahkan beberapa pertanyaan yang tentu
saja membuat banyak pihak penasaran. Walau penasaran pemirsa harus tetap sabar
menunggu tanggal mainnya, hehehehe.
Hari ini
berakhir dengan damai, mudah-mudahan hari-hari selanjutnya adalah hari-hari
damai seperti hari ini, semoga juga koboi-koboi Senayan segera mendapatkan
pencerahan bahwa mereka sedang menjadi tontonan dan tuntunan bagi jutaan
pemirsa yang juga rakyat Indonesia dengan harapan yang sangat tinggi bahwa
mereka bukan hanya mementingkan kelompok mereka namun juga sedang memperjuangkan
kesejahteraan rakyat di seantero Republik ini.
Hari Ketiga 3 Oktober 2014
Hari ketiga ini
adalah hari Jumat, dimana tidak ada sidang yang digelar di DPR (kecuali DPR
menghendaki lain), maka tentu saja tidak ada huru hara yang menjadi tontonan wajib
Tenaga Ahli dalam mencermati perkembangan ke depan. Saya pun istirahat dirumah
sambil memantau situasi melalui berita maupun informasi sesama rekan. Dihari
ini juga sebenarnya ada acara penting bagi kebanyakan orang Gerindra, dimana
Saraswati Djojohadikusumo melakukan resepsi pernikahannya. Mbak Sarah (begitu
saya dan teman-teman biasa memanggilnya), menikah dengan mas Didit beberapa
waktu lalu di Bali dan baru melaksanakan resepsi tanggal 3 dan tanggal 4
Oktober 2014. Mungkin, karena banyaknya undangannya yang akan menghadiri
pernikahan ini, maka resepsi dilakukan dalam dua hari. Ini agak lain dari
kebanyakan, tapi ya wajar dong, yang nikah ini adalah orang yang sangat kaya,
bahkan termasuk orang terkaya di Republik ini.
Dalam pengamatan
saya hari ini melalui berita, ada hal yang menarik untuk dicermati adalah para
petinggi PDIP yang berkumpul dan melakukan rapat tertutup di kantor DPP yang
langsung dipimpin oleh Sang Ketua Umum yaitu Megawati. Setelah rapat tertutup
itu seperti ada keyakinan dari pihak PDIP bahwa mereka akan memenangkan
pertarungan di MPR. Saya berusaha mencermati kira-kira trik apa yang sedang
dimainkan oleh PDIP?, apakah mereka benar-benar sudah berhasil meraih dukungan
yang cukup untuk mendapatkan Pimpinan MPR atau ini hanya untuk mengelabui dan
berusaha untuk membangkitkan emosi masyarakat. Tapi setidaknya permainan yang
mereka tampilkan jauh lebih elegan ketimbang permainan ngotot beberapa saat
lalu di sidang paripurna DPR. Hanya itu yang bisa terbaca hari ini dalam
pengamatan media, karena memang hanya melalui media, tidak banyak info yang
bisa saya dapatkan. Informasi yang saya dapatkan sama dengan informasi yang
didapat oleh kebanyakan masyarakat yang menonton melalui media berita. Hanya
saja saya berusaha menganalisa melalui kondisi kondisi terkini dan peta politik
yang ada. Rasa-rasanya agak sulit PDIP memenangkan pertarungan di MPR ini,
karena masing-masing pihak di Koalisi Merah Putih sudah saling mengunci dengan
kepentingannya masing-masing. Menurut keyakinan saya tampaknya sikap optimis
yang dimunculkan oleh Pramono Anung dan Tjahjo Kumolo di berita adalah sikap
optimis tanpa didasari oleh proses lobi yang sudah mereka lakukan. Tapi sikap
optimis seperti ini cukup bagus ditampilkan dan menjadi tontonan masyarakat.
Masyarakat kita harus banyak belajar optimis dalam situasi apapun, walau kadang
situasi memang sangat sulit sedang dihadapi oleh masyarakat.
Sebenarnya hari
ini sedang berlangsung banyak lobi tingkat dewa, dimana pimpinan masing-masing
partai sedang berusaha saling menguatkan dan saling menawarkan pertukaran yang
logis untuk keuntungan bersama. Hanya saja lobi-lobi tingkat dewa ini hanya
dapat dipantau oleh dewa atau setengah dewa. Yang tidak memiliki kekuasaan atau
yang memiliki kekuasaan tingkat menengah ke bawah jangan berharap mendapatkan
informasi yang akurat hari ini. Jadi saya hanya pengamat tingkat umum, maka
harus banyak sabar menunggu perkembangan berikutya.
Hari Ke Empat 4 Oktober 2014
Dihari Sabtu ini
sebagian umat Islam sudah merayakan Idul Adha, semalam sudah terdengar takbir
disebagian tempat. Ada juga yang akan merayakan Idul Adha pada esok hari. Ada
perbedaan, namun perbedaan ini tidak menjadikan umat Islam terpecah, suatu
perbedaan dalam rahmat Allah, tidak saling mencaci, tidak merasa benar sendiri,
hanya berbeda cara berhitung dan kebetulan kali ini menghasilkan hari yang
berbeda dalam merayakan hari Idul Adha. Ada temanku yang pro Jokowi secara
berseloroh di media sosial menceritakan bahwa keponakannya bertanya kepada sang
ayah kapan dia akan merayakan Idul Adha, ayahnya bilang bahwa jika Idul Adha
hari Sabtu maka berarti ikut Amien Rais (Muhamadiyah) dan jika lebaran hari
Minggu berarti ikut Pemerintah, berarti ikut SBY, dia dua-duanya ogah. Memang
hal ini terkesan berseloroh, namun alangkah piciknya cara pandang mereka jika agama hanya
disangkut pautkan dengan kubu2an politik, apalagi maaf ternyata temanku ini
bukanlah muslim. Sebenarnya saya ingin menjawab di media sosial menentang
pelecehan ini, namun pertimbangan kedamaian dan mudharatnya lebih besar dari
manfaat yang mungkin timbul, saya memilih diam.
Hari ini tidak banyak yang saya amati,
kebetulan saya akan menghadiri undangan mbak sarah dihari kedua ini. Kesan
pertama saya adalah bahwa acara ini demikian megah dan menarik. Saya melihat
bagaimana penataan ruang, penempatan orang-orang yang selalu menawarkan makanan
dan minuman pada saat tamu sedang antri salaman, antri foto maupun sedang
ngobrol. Aku, istriku dan anak cantikku Ratu Reinara Tanjung berburu makanan
yang seru, diselingi oleh ngobrol dan bertegur sapa dengan beberapa rekan DPR
dan Gerindra yang kutemui di sana. Ada ribuan orang yang hadir, namun tidak
tampak ramai, mungkin karena ruangan luas dan pengaturannya yang demikian rapi.
Suasana yang asyik hingga banyak tamu yang belum meninggalkan ruangan walau
waktu telah usai. Salut untuk yang punya hajat dan manajer acara hingga
menghadirkan acara dan suasana yang asyik.
Bagaimana dengan
pertarungan di DPR yang menjadi bahasan kita? Tentu saja masih berlangsung lobi
tingkat dewa juga dapat terjadi dan berlangsung disela-sela acara pernikahan
seperti ini. Mudah-mudahan semua yang akan terjadi dan telah terjadi akan
membawa manfaat sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat Indonesia. Disinilah
semua janji-janji tentang perubahan dan kemakmuran rakyat harus menjadi target
utama dalam perebutan kekuasaan, karena sesungguh nya tujuan dari membentuk
pemerintahan adalah untuk melindungi segenap bangsa Indonesia, memajukan
kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa serta ikut melaksanakan ketertiban
dunia yang berdasarkan kemerdekaan dan perdamaian abadi. Betapa mulia cita-cita
kemerdekaan yang dituliskan dalam pembukaan Undang undang Dasar 1945 yang
menjadi prasasti agar kita semua selalu ingat bahwa tujuan kita bersama dalam
membentuk pemerintahan adalahseperti yang dituliskan tersebut. Kekuasaan adalah
alat untuk dapat mewujudkan cita cita tersebut tanpa harus mengorbankan
cara-cara yang konstitusional dan bermartabat.
Hari Ke Lima 5 Oktober 2014
Hari ini belum
berakhir, namun tampaknya lebih banyak cerita tentang hari raya Idul Adha dan
pemotongan hewan kurban yang tampak ditelevisi. DPP Partai Gerindra walau tidak
tersorot oleh media juga seperti biasanya melakukan pemotongan hewan kurban
dari beberapa pengurus DPP terutama dari Sang Ketua Umum Prabowo Subianto.
Dikampung
ditempat saya tinggal juga banyak pemotongan hewan kurban, tampaknya memang hri
ini adalah pesta daging kambing dan daging sapi. Lumayan seru karena semalam
juga dikampungku ada arak-arakan takbiran berjalan kaki oleh anak-anak sekolah.
Aku berharap situasi seperti ini selalu dipertahankan agar suasana keakraban
tampak dan ada nilai-nilai budaya lokal dari masing-masing kampung yang tetap
dipertahankan. Aku jadi teringat bagaimana Gubernur DKI Jokowi melarang takbir
keliling di Jakarta, dengan alasan membuat macet dan kegaduhan. Menurut saya
hal ini adalah cara-cara asing untuk menghilangkan budaya lokal, dengan alasan
apapun harusnya Jokowi berusaha menghidupkan budaya ini serta membuat budaya
ini semakin semarak dan teratur hingga sedapuntuk dipandang mata dan menggugah
rasa keimanan. Atau mungkin ada agenda terselubung dari pelarangan ini?
Entahlah. Bagaimana dengan Ahok? Tampaknya Wagub yang satu ini juga sejalan
dengan Jokowi, hal ini terlihat dengan larangannya memotong hewan kurban
dikampung-kampung, dengan alasan kebersihan dan kesehatan. Tradisi yang sudah
sedemikian lama dipelihara oleh masyarakat kita seolah ingin segera dihapuskan
begitu saja. Wah agenda apa lagi ya yang tersembunyi?