Senin, 20 Juli 2015

Tolikara Membara

Sebenarnya saya tidak ingin banyak mengomentari kejadian-kejadian yang seringkali terjadi akhir-akhir ini, walaupun sebenarnya sangat ingin saya memberikan pendapat saya, sebisa mungkin saya tahan, karena menurut saya Joko Widodo dan antek-anteknya sudah berjalan kearah yang sesat dan tidak mungkin lagi kembali ke jalan yang benar. Mulai dari pembubaran PSSI yang menurut saya sudah sangat keterlaluan, namun saya berusaha diam.

Kejadian pembakaran Mesjid di Tolikara pada saat Idul Fitri saya pun sebenarnya masih berusaha untuk tidak berkomentar, saya mau melihat sejauh mana Joko Widodo dapat mengatasi masalah ini. Walaupun sebenarnya saya sangat sangat tidak yakin, apalagi melihat komentar dia yang seperti tidak mengerti persoalan dan mengatakan ini adalah urusan polisi.
Yang membuat saya terbakar adalah situs islamtoleran.com yang selalu memberitakan seolah ini bukanlah masalah penting, seolah pembakaran mesjid di Tolikara adalah salah umat Islam, seolah para pelaku kerusuhan melakukan ini karena terpaksa disebabkan oleh pihak TNI yang menembak terlebih dahulu,  yang mengatakan seolah bahwa korban kerusuhan di Tolikara sudah diselesaikan dengan sumbangan 100 juta rupiah sehingga dengan berani mereka mengatakan berani gak kaum Jihadis melakukan seperti ini?? Mereka menganggap ini adalah soal sepele, yang bisa mereka selesaikan dengan uang. Ingat ya, kaum Jihadis bukan hanya berani memberikan hartanya, bahkan mereka mau memberikan nyawanya untuk membela Islam. 

Besok mereka akan kembali menekan bahwa kaum muslim tidak boleh mendirikan mesjid di Papua karena bisa menimbulkan anarkis. Berita-berita mereka berusaha menggiring opini bahwa pihak Islam harus toleran dengan semua desakan dari kaum non muslim. Mereka menciptakan opini bahwa pengertian toleran itu adalah membiarkan diri dianiaya. Seolah mereka membujuk kita bahwa toleran artinya membiarkan kaum muslim di injak injak.

Saya bukanlah orang yang mendalami ayat-ayat Alquran seperti para ulama-ulama itu, namun rasanya tidak rela mereka menciptakan opini sesat tentang Islam. Mereka ingin menciptakan opini bahwa jika kita membela diri, membela agama kita, maka kita di cap sebagai teroris, sedangkan mereka bebas melarang kita untuk menjalankan ibadah menurut keyakinan kita. Mereka mengatur cara berpakaian umat Islam yang harus mengikuti cara mereka yang membuka aurat, mereka melarang umat Islam untuk melakukan Sholat Id, dimana sholat adalah tiang agama, luar biasa sekali.

Hal luar biasa lainnya adalah ancaman selebaran sudah disebar beberapa waktu sebelum kejadian terjadi, tidak tanggung-tanggung tembusan kepada Pemimpin Daerah. Mereka dengan gagah berani melakukan ini terhadap kaum muslim, apakah kaum muslim harus tetap berdiam diri? Apakah setelah itu mereka memberikan ganti rugi lantas persoalan selesai? Alangkah murahnya harga diri muslim. Atau mereka menganggap bahwa mereka mampu membeli setiap iman yang ada pada diri kami? Atau mengira iman kami sudah tergadai dengan harga yang sangat sedikit.

Tragedi di Tolikara harus selesai dengan terbangunnya harga diri kaum Muslim di Papua. Harus ada mesjid-mesjid yang bebas melakukan aktifitas di Papua terutama di Tolikara, harus banyak berdiri sekolah sekolah muslim yang membentuk karakter kaum muslim di Tolikara. Hukum berat pelaku kerusuhan dan otak dibalik kerusuhan ini. 

Saya sepakat bahwa semua umat bebas menjalankan ibadah menurut agama dan keyakinan mereka masing-masing. Saya juga tidak sepakat dengan adanya beberapa kejadian kaum Kristen bentrok pada saat mereka ingin menjalankan ibadah, oleh sebab itu saya sepakat pada saat natal, pasukan dari beberapa ormas Islam ikut membantu menjaga Gereja. Namun jangan pernah usik umat Islam dalam menjalankan ibadahnya, apalagi kalian berani terang-terangan melarang ibadah kaum Muslim, setelah itu dengan tanpa rasa bersalah kalian membentuk opini Islam Toleran yang berusaha membenarkan tindakan kalian.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar