Sebenarnya saya tidak ingin banyak
mengomentari kejadian-kejadian yang seringkali terjadi akhir-akhir ini,
walaupun sebenarnya sangat ingin saya memberikan pendapat saya, sebisa mungkin
saya tahan, karena menurut saya Joko Widodo dan antek-anteknya sudah berjalan kearah
yang sesat dan tidak mungkin lagi kembali ke jalan yang benar. Mulai dari
pembubaran PSSI yang menurut saya sudah sangat keterlaluan, namun saya berusaha
diam.
Kejadian pembakaran Mesjid di
Tolikara pada saat Idul Fitri saya pun sebenarnya masih berusaha untuk tidak
berkomentar, saya mau melihat sejauh mana Joko Widodo dapat mengatasi masalah
ini. Walaupun sebenarnya saya sangat sangat tidak yakin, apalagi melihat
komentar dia yang seperti tidak mengerti persoalan dan mengatakan ini adalah
urusan polisi.
Yang membuat saya terbakar adalah
situs islamtoleran.com yang selalu memberitakan seolah ini bukanlah masalah
penting, seolah pembakaran mesjid di Tolikara adalah salah umat Islam, seolah
para pelaku kerusuhan melakukan ini karena terpaksa disebabkan oleh pihak TNI
yang menembak terlebih dahulu, yang
mengatakan seolah bahwa korban kerusuhan di Tolikara sudah diselesaikan dengan
sumbangan 100 juta rupiah sehingga dengan berani mereka mengatakan berani gak
kaum Jihadis melakukan seperti ini?? Mereka menganggap ini adalah soal sepele,
yang bisa mereka selesaikan dengan uang. Ingat ya, kaum Jihadis bukan hanya berani memberikan hartanya, bahkan mereka mau memberikan nyawanya untuk membela Islam.
Besok mereka akan kembali menekan
bahwa kaum muslim tidak boleh mendirikan mesjid di Papua karena bisa
menimbulkan anarkis. Berita-berita mereka berusaha menggiring opini bahwa pihak
Islam harus toleran dengan semua desakan dari kaum non muslim. Mereka menciptakan
opini bahwa pengertian toleran itu adalah membiarkan diri dianiaya. Seolah mereka membujuk kita bahwa toleran artinya membiarkan kaum muslim di injak injak.
Saya bukanlah orang yang
mendalami ayat-ayat Alquran seperti para ulama-ulama itu, namun rasanya tidak
rela mereka menciptakan opini sesat tentang Islam. Mereka ingin menciptakan
opini bahwa jika kita membela diri, membela agama kita, maka kita di cap
sebagai teroris, sedangkan mereka bebas melarang kita untuk menjalankan ibadah
menurut keyakinan kita. Mereka mengatur cara berpakaian umat Islam yang harus
mengikuti cara mereka yang membuka aurat, mereka melarang umat Islam untuk
melakukan Sholat Id, dimana sholat adalah tiang agama, luar biasa sekali.
Hal luar biasa lainnya adalah
ancaman selebaran sudah disebar beberapa waktu sebelum kejadian terjadi, tidak
tanggung-tanggung tembusan kepada Pemimpin Daerah. Mereka dengan gagah berani
melakukan ini terhadap kaum muslim, apakah kaum muslim harus tetap berdiam
diri? Apakah setelah itu mereka memberikan ganti rugi lantas persoalan selesai?
Alangkah murahnya harga diri muslim. Atau mereka menganggap bahwa mereka mampu
membeli setiap iman yang ada pada diri kami? Atau mengira iman kami sudah
tergadai dengan harga yang sangat sedikit.
Tragedi di Tolikara harus selesai
dengan terbangunnya harga diri kaum Muslim di Papua. Harus ada mesjid-mesjid
yang bebas melakukan aktifitas di Papua terutama di Tolikara, harus banyak
berdiri sekolah sekolah muslim yang membentuk karakter kaum muslim di Tolikara.
Hukum berat pelaku kerusuhan dan otak dibalik kerusuhan ini.
Saya sepakat bahwa semua umat bebas menjalankan ibadah menurut agama dan keyakinan mereka masing-masing. Saya juga tidak sepakat dengan adanya beberapa kejadian kaum Kristen bentrok pada saat mereka ingin menjalankan ibadah, oleh sebab itu saya sepakat pada saat natal, pasukan dari beberapa ormas Islam ikut membantu menjaga Gereja. Namun jangan pernah usik umat Islam dalam menjalankan ibadahnya, apalagi kalian berani terang-terangan melarang ibadah kaum Muslim, setelah itu dengan tanpa rasa bersalah kalian membentuk opini Islam Toleran yang berusaha membenarkan tindakan kalian.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar